Sabtu, 19 Maret 2011

MENGOPTIMALKAN POTENSI ANAK MENGHAFAL AL QUR’AN

“Wahai Yahya, ambillah Al Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak.” QS. Maryam: 12

Mengenalkan hafalan Al Qur’an pada anak adalah perbuatan yang paling utama dalam Islam. Karena dengan menghafal Al Qur’an dapat mengakrabkan anak pada keagungan kalamullah, membiasakan mereka membaca, mendengar dan berlatih untuk mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan yang positif ini dapat menjaga fitrah anak, sekaligus membentengi diri dari segala pengaruh negatif di masa mendatang. Sebagaimana pesan Rasulullah pada setiap orang tua, “Ajarkanlah anak-anak kalian tentang tiga hal; mencintai Nabinya, mencintai keluarganya, dan Al Qur’an.” (HR. Ahmad).  Lebih jauh lagi, orang yang terbaik di sisi Rasulullah adalah orang yang senantiasa mempelajari dan mengajarkan Al Qur’an, sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan dari Mush’ab bin Sa’ad bin Abi Waqqash, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari).

PERSIAPAN SEBELUM MENGHAFAL
Sebelum kita mengajak anak-anak kita menghafal Al Qur’an, terlebih dahulu yang harus kita lakukan adalah menanamkan rasa cinta dan senang terhadap Al Qur’an. Sebab, menghafal Al-Qur’an tanpa disertai rasa cinta tidak akan memberi manfaat, bahkan jika kita memaksa anak untuk menghafal Al Qur’an tanpa disertai rasa cinta terlebih dahulu, justru akan memberi dampak negatif bagi mereka: beban sekaligus membosankan. Sedangkan menghafal Al Qur’an yang disertai perasaan cinta dan senang akan menumbuhkan perilaku dan sifat mulia. Menanamkan rasa cinta terhadap Al Qur’an, harus dimulai pertamakali dalam lingkup keluarga, yaitu dengan keteladanan orang tua atau guru. Karena itu, jika kita menginginkan anak mencintai Al Qur’an, maka jadikanlah keluarga kita sebagai suri teladan yang baik dalam berinteraksi dengan Al Qur’an. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara memperbanyak membacanya, mendengarkannya atau akrab dengannya.
Setelah rasa cinta terhadap Al Qur’an sudah tertanam dalam pribadi anak, selanjutnya yang harus dilakukan orag tua dan guru adalah menanamkan motivasi yang tepat tentang mengapa dan untuk apa mereka menghafal Al Qur’an. Menanamkan motivasi pada anak, dapat dilakukan melaui dialog, misalnya; “Siapakah diantara kalian yang ingin dicintai Allah?” “Betul...” “Kalau kalian ingin dicintai Allah, maka kalian juga harus mencintai Al Qur’an.” Selain dengan cara di atas, motivasi juga bisa dilakukan dengan cara bercerita, dst.
Kemudian, persiapan yang tidak kalah pentingnya adalah menghadirkan suasana yang menyenangkan, atau lebih tepatnya mengkondisikan suasana, ruangan, dan moot anak tetap stabil. Yang terakhir ini dapat dilakukan dengan cara memahami gaya belajar anak, atau memberi apresiasi yang positif, seperti pujian yang tidak berlebihan, hadiah yang bermanfaat, dst.

MEMAHAMI GAYA BELAJAR ANAK
Setiap anak memiliki gaya belajar yang berbeda dengan yang lain. Memahami bagaimana gaya belajar anak dapat memaksimalkan kemampuan belajarnya. Howard Gardner, seorang professor pendidikan dari Harvard University menyatakan bahwa otak merupakan organ yang sangat kompleks dengan kapasitas yang jauh lebih besar untuk belajar ketimbang yang saat ini dipakai manusia. Sebagian dari kita memiliki otak yang mampu menyerap banyak informasi sekaligus, namun ada juga yang hanya mampu menyerap dan memproses info sedikit demi sedikit. Ada yang mampu menyimpan dan mengeluarkan kembali informasi dalam otak dengan cepat sementara ada yang melakukan hal tersebut dengan lambat. Ada jenis pikiran yang lebih suka menggunakan hasil pemikiran sendiri daripada mengambil ide orang lain, ada yang sebaliknya. Jadi kita memiliki otak yang memiliki rangkaian tertentu, yang menonjol dalam suatu bidang dan lemah dalam bidang yang lain.
Dalam perkembangan psikologi saat ini, seringkali kecerdasan majemuk dikacaukan dengan gaya belajar. Hal ini dapat menimbulkan kesalahpahaman tentang pengertian gaya belajar. Gaya belajar adalah cara yang diambil oleh masing-masing orang dalam menyerap informasi baru dan sulit, bagaimana mereka berkonsentrasi, memproses dan menampung informasi yang masuk ke otak.
Richard Bandler, John Grinder, dan Michael Grinder, dalam karya mereka Neuro Linguistic Programming (NLP) mengemukakan bukti kuat bahwa secara umum kita memiliki ciri belajar yang dominan yaitu: visual, auditori dan kinestetik. Kemudian Ken Dunn dan Rita Dunn mengemukakan factor pendukung gaya belajar meliputi: Lingkungan, Emosional, Sosiologis, Fisiologis, dan psikologis.
Barbara Prashnig dalam bukunya The Power of Learning Styles menulis bahwa gaya belajar dipengaruhi juga oleh kerja otak. Dominasi kerja otak kiri menghasilkan gaya pemrosesan analitis sedangkan dominasi kerja otak kanan menghasilkan gaya pemrosesan holistis.
Penelitian para ahli pendidikan menemukan bahwa 3/5 gaya belajar bersifat genetis, sisanya ketekunan dan pengalaman.
Dalam makalah ini, sedikit saya bahas tentang gaya belajar visual (penglihatan), auditori (pendengaran) dan kinestetik (physical), walaupun pada perkembangan selanjutnya terdapat gaya belajar nature (alamiah) dan conceptual.
Anak dengan gaya belajar visual cendrung lebih cepat menyerap informasi dengan melihat bagaimana guru menerangkan didepan kelas baik dengan alat bantu tulisan, data maupun gambar. Anak seperti ini dinamakan visual learner.
Anak dengan gaya belajar auditori cendrung lebih cepat menyerap pelajaran dan berkonsentrasi bila mendengarkan guru menjelaskan didepan kelas dan sekaligus menjawab pertanyaan- pertanyaan yang diajukan. Anak seperti ini dinamakan auditori learner.
Anak dengan gaya belajar kinestetik cendrung lebih cepat menyerap informasi bila ada alat bantu dan aneka alat peraga ataupun gerakan-gerakan. Anak seperti ini lebih cepat berkonsentrasi bila menggerakkan satu atau lebih bagian tubuhnya. Anak seperti ini dinamakan physical learner.

PROSES TERBENTUKNYA HAFALAN
Pada dasarnya, setiap anak memiliki kemampuan yang luar biasa dalam belajar, namun kemampuan tersebut tidak sepenuhnya dimaksimalkan oleh orang tua maupun guru. Banyak ahli menyimpulkan bahwa Anak belajar dengan baik, apabila dalam suasana yang menyenangkan. Karena pada saat yang menyenangkan, syaraf otak terbuka dan siap untuk menerima hal-hal baru. Sesungguhnya anak belajar dengan lebih optimal apabila menggunakan seluruh panca inderanya. Dan hasil belajar anak lebih optimal bila anak diberi kesempatan untuk melakukan secara berulang-ulang dan teratur. Konsep inilah yang seharusnya dipakai pada saat mengajarkan anak-anak hafalan Al Qur’an. Karena menghafal adalah sebuah proses mengulang-ulang sesuatu, baik dengan cara membaca atau mendengar. Bahkan pekerjaan apapun jika sering di ulang-ulang, pasti menjadi mudah, terlebih Ayat-ayat Al Qur’an jika selalu diulang-ulang, pasti akan hafal.

BEBERAPA METODE MENGHAFAL AL QUR’AN
Dewasa ini, metode menghafal Al Qur’an sudah banyak bermunculan, dari yang konvensional sampai kontemporer, dari yang mudah sampai yang susah, lokal maupun impor. Bahkan ada beberapa tempat yang masih menggunakan model konvensional (tradisional) dalam menghafal, meskipun audiensnya adalah anak-anak.
Padahal metode yang digunakan sangat menentukan bagaimana terbentuknya hafalan, sekaligus pemahaman dan pengamalannya. Berikut ini, beberapa model menghafal Al Qur’an yang tepat untuk usia TK, yakni penggabungan antara model visual, auditorial, dan kinestetik (gambar, cerita dan gerakan).
Akhirnya, tidak ada anak yang terlahir sempurna. Orang tua, guru dan lingkunganlah yang membentuk kepribadiannya. Karena itu, menanamkan kecintaan terhadap Al Qur’an sejak dini, akan membentuk kepribadian anak yang Qur’ani, menjaga dan memelihara kemurnian Al Qur’an, sesuai dengan harapan Allah yang tertuang dalam firman-Nya “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” QS. Al Hijr: 9.


Muhammad Sholihuddin, S.Q

Pengasuh Forum Halaqah Huffadzul Qur’an & Praktisi Kibar Institut Jogjakarta.
(mh.solih@gmail.com/ Hp: 081904126541)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar