Senin, 09 Januari 2012

Bukti Cinta Rasulullah r Dan Para Sahabatnya 
Terhadap Al-Qur’ân

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat
serta menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan
diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. Niscaya Allah akan menyempurnakan pahala mereka serta menambahkan anugerahNya.
Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” QS. Fâthir: 29-30


Di dalam kitab Mabahits fi Ulumil Qur’an, Dr. Manna Khalil al-Qaththan menggambarkan bagaimana sikap Rasulullah r dan kecintaan beliau kepada Al-Qur’an sebagai berikut:
“Adalah Rasulullah r sangat mencintai wahyu, beliau senantiasa menunggu-nunggu datangnya ayat-ayat Allah U dengan penuh kerinduan. Sehingga apabila turun suatu ayat, maka tidak terasa bibirnya yang mulia itu segera bergerak-gerak menirukan ucapan Jibril u sebelum wahyu itu selesai dibacakan. Sehingga Allah U menurunkan ayat yang menjamin Nabi r akan hafal seluruh al-Qur’an dan memerintahkan beliau r agar sabar mendengarkan dulu sampai ayat tersebut selesai dibacakan baru kemudian mengikutinya (QS al-Qiyâmah: 17-18).”[1]
Ketika Rasulullah r melaksanakan qiyâmullail, datanglah Hudzaifah, lalu ia ikut berjama’ah bersama beliau. Kemudian Hudzaifah menuturkan;
“Rasulullah r membuka rakaat pertama dengan membaca surah al-Baqarah, dalam hati aku mengira bahwa beliau akan ruku’ setelah ayat 100 surah tersebut, ternyata beliau masih melanjutkan bacaan. Aku bergumam dalam hati, beliau akan mengkhatamkan al-Baqarah. Ternyata beliau melanjutkan bacaan ke surah Ali Imrân hingga selesai. Pada rakaat kedua, beliau melanjutkan ke surah an-Nisâ’ dengan bacaan yang indah dan tartil. Ketika beliau melewati satu ayat yang berisi tasbih, beliau bertasbih. Ketika melewati ayat permohonan, beliau berdoa. Ketika melewati ayat yang berisi perlindungan, beliau memohon perlindungan.”[2] 
Tauladan Nabi r itu begitu membekas dan mempengaruhi para sahabat serta salafus shalih, sehingga mereka mencurahkan perhatian yang sangat besar terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, dan menjadikannya sebagai perintah harian dari Rabb-nya, sebagaimana Ibnu Mas’ud mengatakan:
“Demi Dzat yang tidak ada Ilah kecuali Dia, tidak ada satupun surah al-Qur’an yang turun kecuali aku mengetahui di mana surah itu turun, di musim panas atau di musim dingin, dan tidaklah satu ayatpun dari Kitabullah yang diturunkan kecuali aku mengetahui tentang apa ayat itu dan dimana ayat itu turun.”[3]
Perhatian para sahabat dan salafus shalih yang luarbiasa besar ini kepada al-Qur’an bukanlah disebabkan kerana pada waktu itu tidak ada peradaban lain yang maju dan modern, tetapi focusing tersebut sengaja dilakukan oleh Rasulullah r agar menjadi tazkiyah an-nufûs, taqwîm al-fikrah dan tarsîkh lil îmân bagi kehidupan para sahabat.
Demikian pentingnya pembersihan mindframe ini sehingga beliau menegur Umar bin Khattab, ketika ia membaca al-Qur’an dan Taurat secara bergantian karena kecintaannya terhadap kedua kitab tersebut. Rasulullah r malah berkata kepadanya;
“Buanglah kitab taurat itu! Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada ditangan-Nya, seandainya Musa masih hidup, maka tidak halal baginya kecuali harus mengikuti syari’atku, akulah penghulu para Nabi dan akulah penutup para Nabi.”[4]

Sejauh Mana Cinta Kita Terhadap Al-Qur’ân?
Sekarang mari kita lihat bagaimana kecintaan para sahabat dan diri kita terhadap Al-Qur’an;
  1. Sudah pasti para sahabat itu membaca dengan sebenar-benarnya bacaan (yatlûnahu haqqa tilâwatih),[5] mengimani ayat-ayatnya, dan mentadabburi kandungannya.[6] Bagaimana dengan kita…? Sudahkah kita membacanya dengan benar…? 100% telah mengimaninya…? Dan sudah kita tadabburi ayat-ayatnya…?
  2. Mereka mencurahkan perhatian yang sangat besar untuk mempelajari dan menghafalkannya.[7] Bagaimana perhatian kita…? Sudahkah kita bersungguh-sungguh mempelajarinya…? Sudah berapa ayat yang telah kita hafalkan…?
  3. Mereka menjadikan Al-Qur’an sebagai standar kehidupan dan sebagai manhaj dalam tiap aspek kehidupan mereka. Lha gaya hidup kita bagaimana…?

Mudah-mudahan setelah membaca artikel ini, saya juga Anda dapat ‘menyamai’ para sahabat Nabi dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an. Amîn…


Marâji’
Quantum Tahfîzhul Qur’ân, karya Muhammad Sholihuddin, Al-Hafizh


[1] Manna’ al-Qattan, Mabâhits fî Ulum Al-Qur’ân, hlm. 117
[2] Sahih Muslim, vol. 1, hlm. 536, no. 772
[3] Sahih Bukhari, vol. 1, hlm. 251, no. 5283
[4] Sunan an-Nasa’i, vol. 3, hlm. 225, no. 1664
[5] QS. Al-Baqarah: 121
[6] QS. Muhammad: 24
[7] QS. Al-Ankabût: 49

Tidak ada komentar:

Posting Komentar